Dalam melaksanakan reformasi dalam seluruh
aspek kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia, salah satu hal mendasar
yang harus dilakukan pada saat ini adalah keseluruhan misi reformasi diarahkan
pada upaya untuk memberdayakan masyarakat, baik sebagai pemilik kedaulatan
negara maupun sebagai subyek dan obyek reformasi politik itu sendiri.
Masyarakat harus diyakinkan bahwa mereka mempunyai kontribusi yang sangat besar
dalam pembangunan bangsa. Dalam pengertian bahwa pemerintah dalam melaksanakan
tugasnya sebagai pelayan masyarakat semakin membuka diri dalam menanggapi
aspirasi-aspirasi, tuntutan dan harapan yang berkembang dalam masyarakat. Di
samping itu masyarakat juga harus diberi keleluasan untuk ikut berpartisipasi
aktif dalam kehidupan pemerintahan dan kenegaraan, hal mana merupakan intisari
dari demokrasi yang menjunjung tinggi kedudukan rakyat sebagai pemegang
kedaulatan.
Perwujudan dari partisipasi masyarakat
dalam kehidupan pemerintahan dan kenegaraan adalah dengan memberi peluang bagi
masyarakat untuk menyalurkan aspiransinya kepada pemerintah sesuai dengan
semangat demokrasi adalah dengan ditetapkannya Undang-undang Nomor 6 tahun 2014
tentang Desa dengan landasan pemikiran antara lain untuk lebih menekankan pada
prinsip-prinsip otonomi daerah, Pembangunan desa, peran serta masyarakat,
pemerataan dan keadilan serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman Daerah.
Desa sebagai salah satu bentuk kesatuan
masyarakat bukan hanya dipandang sebagai suatu unit pemerintahan dalam sistem
pemerintahan Indonesia tetapi lebih daripada itu desa merupakan suatu kesatuan
masyarakat hukum yang telah ada jauh sebelum terbentuknya Negara Indonesia,
terlepas dari bentuk dan penyebutannya sehingga dalam pelaksanaan
semangat reformasi dan penegakan prinsip-prinsip demokrasi dalam sistem
pemerintahan di daerah menyangkut pula dengan pemerintahan desa.
Berlakunya Undang-Undang nomor 6 tahun
2014 tentang Desa merupakan kesempatan bagi setiap desa untuk mengatur sendiri
pembentukan, kedudukan, kewenangan serta tugas pokok dan fungsi Desa sesuai
dengan kebutuhan masyarakat di daerah dan kemampuan daerah sehingga dapat
berbeda antara daerah yang satu dengan yang lainnya. Daerah lebih leluasa dalam
menentukan dan memberikan kewenangan kepada Desa dalam rangka memenuhi tuntutan,
keinginan dan kebutuhan masyarakat, terlebih lagi penyelenggaraan pemerintahan
di Desa banyak berkaitan langsung dengan pemberian pelayanan publik. Kualitas
pelayanan di Desa diharapkan akan menjadi lebih baik dibandingkan pada saat
pengaturan yang sentralistik. Sehingga diharapkan mampu selalu dapat
beradaptasi dengan kemajuan yang begitu cepat dan tidak dapat diprediksi dalam
memberikan pelayanan dan pemenuhan kebutuhan masyarakat.
Kemajuan
yang begitu cepat dalam masyarakat dan hubungan antara masyarakat dan
pemerintah yang bersifat dinamis (Sadu Wasistiono, 2002 : 27), serta keberadaan
birokrasi pemerintah tersebut, menuntut aparat pemerintah yang bertugas pada
level mikro (dimana pelayanan secara langsung oleh aparat terhadap masyarakat
berlangsung) atau mereka menempatkan diri pada garis paling depan untuk secara
jernih, peka dan responsif membaca denyut nadi publik yang wajib dilahhhderyani
(Tamim, 2004 : 74). Aparatur harus senantiasa berusaha baik secara mandiri,
maupun secara organisasi berusaha meningkatkan keprofesionalan terkait dengan
tugas dan fungsi serta tanggung jawab yang ada. Oleh karena itu pada level
inilah, baik dan tidaknya citra pemerintah dimata masyarakat dipertaruhkan.
Pelayanan
yang positif dan berkualitas, secara empirik pada satu sisi akan menciptakan
kepuasan, kebahagian dan kesejahteraan masyarakat, yang pada gilirannya akan
dapat mewujudkan tujuan pembangunan masyarakat. Pada sisi lain, merupakan
ukuran tingkat kinerja birokrasi pemerintahan. Oleh Supriatna (2000 : 139) mengemukakan
bahwa : “Isu peningkatan mutu pelayanan publik merupakan isu hangat dalam era
pembangunan dewasa ini”. Pelayanan umum merupakan isu sentral yang menentukan
keberhasilan setiap lembaga pemberi pelayananan, hal ini sebagaimana dikemukan
oleh Thoha (1998 : 114) : ”Pelayanan publik menjadi salah satu indikator
penilaian kualitas administrasi pemerintahan dalam melakukan tugas dan
fungsinya. Baik tidaknya administrasi publik atau pemerintah itu dilihat
seberapa jauh pelayanan publiknya itu sesuai dengan tuntutan, kebutuhan dan
harapan masyarakat”.
Demikian halnya Desa Bumirejo, sebagai
organisasi terdepan dalam menyelenggarakan tugas-tugas pemerintahan umum yang
menjadi urusan rumah tangga daerah. Urusan pemeritah desa yang menjadi
kewenangan yang harus dilaksanakan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 2014yaitu :
1.
Urusan pemerintahan
yang sudah ada berdasarkan hak asal-usul Urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan kabupaten/kota yang diserahkan pengaturannya kepada desa.
2.
Tugas pembantuan dari pemerintah,
pemerintah propinsi dan atau pemerintah kabupaten/kota.
3.
Urusan Pemerintahan lainnya yang oleh
peraturan perundang-undangan diserahkan kepada desa.
Pemberian urusan/kewenangan tersebut
tentunya dimaksudkan sebagai upaya menghadirkan pemerintahan ditengah
masyarakat yang memerlukan perluasan jangkauan pelayanan atau dalam rangka
mendekatkan pelayanan kepada masyarakat. Dengan kata lain kebijakan ini membawa
konsekuensi menjadikan organisasi Desa sebagai unit pemerintahan otonom
terdepan yang menyelenggarakan pelayanan publik. Secara ideal dalam rangka
mendekatkan pelayanan kepada masyarakat.
Realitas faktual yang berbeda dapat
kita lihat, dalam praktek
penyelenggaran pelayanan di Desa yaitu : masyarakat kurang puas dengan kualitas
pelayanan yang diberikan oleh Kantor Desa, kesenjangan terjadi dari segi waktu
maupun tuntutan-tuntutan komplain lainnya yang diajukan oleh pemohon untuk
Pemerintah Desa. Misalnya Pelayanan Kartu Penduduk (KTP) yang dirasakan sangat
memakan waktu yang lama, pelayanan akta jual beli tanah yang dirasakan sangat
berbelit-belit dan biayanya sangat mahal. Menurut Hardijanto (2002 : 89) bahwa
:
Perlu diakui kinerja birokrasi
pemerintahan Indonesia memang belum optimal. Hal ini antara lain disebabkan
oleh ukuran birokrasi relatif besar, susunan organisasi pemerintahan yang belum
sepenuhnya mengacu kepada kebutuhan, pembagian tugas antar instansi/unit yang
kurang jelas, aparat yang kurang professional, prosedur standar yang belum
tersedia secara baku serta system pengawasan yang masih belum efektif.
Dalam
pemberian pelayanan, organisasi pelayanan publik belum mampu memberikan
pelayanan yang cepat, berkualitas tinggi, serta merata kepada warga Negara
yang menerima pelayanan tersebut (Efendi, 1985 : 147). Rasyid (1997
: 136), menyatakan bahwa : ”birokrasi gagal dalam meningkatkan pelayanan
publik, ini tercermin dari buruknya kualitas pelayanan publik di bidang
perizinan usaha, sertifikat tanah, IMB, lingkungan hidup, angkutan kota, rumah
sakit, jalan raya, air minum, listrik, pemadam kebakaran, pasar dan
sebagainya”. Apabila masyarakat memerlukan sesuatu yang dipersiapkan oleh
instansi terkait harus berhadapan dengan birokrasi yang berbelit-belit dan
pelayanan yang tidak pasti waktunya (A.Ritonga, 1999 : 36). Hal yang sama dikemukakan
Abidin (2002 : 13) menyatakan bahwa : “Birokrasi pemerintahan bersifat kaku,
berbelit-belit dan cenderung tidak melayani rakyat, tetapi minta dilayani”,
sedangkan menurut Kaloh (2002 : 111) menyatakan bahwa : ”Dalam aspek pelayanan
masyarakat sehari-hari terkesan bahwa hampir setiap warga masyarakat yang
datang berurusan dengan birokrasi akan bertemu dengan pegawai yang berseragam
kurang ramah, kurang informatif, lambat dalam pemberian pelayanan, mata duitan
dan kurang professional”.
Gambaran mengenai fenomena di atas,
memperlihatkan adanya suatu kondisi Desa yang belum dapat diperankan dengan
optimal sebagai sebuah organisasi modern yang semestinya memiliki kewenangan
dalam penyelenggaraan pelayanan publik di daerah dan dapat secara efektiv berperan
sebagai organisasi terdepan, karena adanya respons resistensi.
Tujuan pemberian otonomi daerah dan
keberadaan daerah adalah untuk mensejahterakan masyarakat melalui pemberdayaan
dan penyediaan pelayanan publik secara efektif, efisien, ekonomis dan demokratis
(Suwandi, 2002:4). Oleh karena itu, pemberian kewenangan pemerintahan
secara penuh kepada daerah kabupaten/kota dimaksudkan karena daerah itu lebih
dekat kepada masyarakat sebagai pihak yang dilayani dan diberdayakan. Asumsinya
semakin dekat jarak antara pelayan dan yang dilayani maka pelayanan akan sesuai
dengan harapan masyarakat. Apabila pelayanan sesuai dengan harapan masyarakat
maka diharapkan kualitas pelayanan akan menjadi lebih baik. Dengan demikian
pembentukan suatu Desa bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
A. Kualitas
Pelayanan Desa Bumirejo
Kualitas
pelayanan yang diberikan oleh perangkat desa Bumirejo sudah baik dengan adanya
penyuluhan-penyuluhan yang telah diberikan tim KKN Undip dapat membantu
meningkatkan pelayanan publik di Desa Bumirejo dan menciptakan hubungan timbal
balik yang baik dengan warga desa.
Dasar-dasar
yang telah diterapkan dalam memberikan pelayanan yang baik yaitu
1. Keandalan (Reliability), yaitu kemampuan untuk melaksanakan jasa yang
dijanjikan dengan tepat dan terpercaya.
2. Keresponsifan (Responsiveness), yaitu kemampuan untuk membantu pelanggan
dan memberikan jasa dengan cepat atau ketanggapan.
3. Keyakinan (Confidence), yaitu pengetahuan dan kesopanan karyawan serta
kemampuan mereka untuk menimbulkan kepercayaan dan assurance.
4. Empat (Emphaty), yaitu syarat untuk peduli, memberi perhatian pribadi bagi
pelanggan.
5. Berwujud (Tangibles), yaitu penampilan fasilitas fisik, peralatan, personil
dan media komunikasi
B. Struktur Organisasi Desa Bumirejo
Untuk mencapai sebuah tujuan, organisasi harus memiliki
struktur yang jelas dan sesuai dengan kebutuhan dan permasalahan yang sedang
dihadapi. Pembagian tugas pokok dan
fungsi di Desa Bumirejo sudah cukup jelas dimana setiap perangkat desa sudah
memahami dan melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai perangkat desa yaitu
melayani masyarakat.
Kemudian, di Desa Bumirejo sudah memiliki beberapa
organisasi desa yang dapat membantu berjalannya kegiatan Desa yaitu seperti
karang taruna, kelompok ibu pkk, posyandu, dan bank sampah. Serta, tingkat
hubungan antara atasan dan bawahan sudah berjalan dengan baik, komunikasi
setiap perangkat berjalan dengan sangat baik dan saling menghormati dan saling
menghargai. Hanya saja, yang masih kurang yaitu masih kurangnya Sumber Daya
Manusia yang mumpuni baik dari segi kualitas dan kuantitas sehingga Desa
Bumirejo masih perlu bimbingan dari masyarakat sekitar untuk dapat membantu
menutupi kekurangan yang ada.
C. Kemampuan Perangkat Desa Bumirejo
Meskipun tidak semua tingkat pendidikan setiap perangkat
desa lulus Sarjana, tetapi kemampuan pegawai sudah mumpuni untuk melayani
masyarakat dan dalam menyelesaikan setiap pekerjaan selalu sesuai jadwal yang
telah dijanjikan dengan masyarakat Desa.
Kemampuan kerjasama setiap perangkat desa juga sudah
kompak dan baik sehingga apabila ada perubahan dalam organisasi, perangkat desa
sudah dapat menyesuaikan diri dengan cepat terhadapat perubahan dan orang-orang
baru dikenal ataupun tugas-tugas yang baru dikerjakan.
Tingkat kemampuan dalam menyusun rencana kegiatan baik
tahunan dan jangka menengah sudah mulai berjalan dengan baik semenjak keluarnya
UU Desa tahun 2014 dimana setiap desa harus memiliki RPJMDes ( Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Desa). Tingkat Kreativitas dalam menata kerja sudah
baik, serta dalam meberikan pelatihan atau kursus juga dapat
dipertanggungjawabkan di setiap bidangnya.
D. Sistem Pelayanan Desa Bumirejo
Dalam memberikan pelayanan sudah sepantasnya bahwa setiap
orang yang menerima pelayanan harus merasa puas dan tidak kecewa, baik dalam
pemberian pelayanan maupun lokasi atau tempat pelayananan harus terasa nyaman
untuk masyarakat desa Bumirejo. Kejelasan Informasi tentang pelayanan publik di
Desa Bumirejo sudah cukup baik, jelas dan mudah dimengerti, sehingga warga
tidak perlu lagi repot bolak balik untuk mengambil berkas karena sudah tersedia
papan pelayanan yang mudah dipahami oleh setiap masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar