Profil Desa Bumirejo
Desa Bumirejo - Juwana - Pati
Rabu, 20 September 2017
Kamis, 08 September 2016
Rabu, 26 Agustus 2015
PELAYANAN PUBLIK DESA BUMIREJO
Dalam melaksanakan reformasi dalam seluruh
aspek kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia, salah satu hal mendasar
yang harus dilakukan pada saat ini adalah keseluruhan misi reformasi diarahkan
pada upaya untuk memberdayakan masyarakat, baik sebagai pemilik kedaulatan
negara maupun sebagai subyek dan obyek reformasi politik itu sendiri.
Masyarakat harus diyakinkan bahwa mereka mempunyai kontribusi yang sangat besar
dalam pembangunan bangsa. Dalam pengertian bahwa pemerintah dalam melaksanakan
tugasnya sebagai pelayan masyarakat semakin membuka diri dalam menanggapi
aspirasi-aspirasi, tuntutan dan harapan yang berkembang dalam masyarakat. Di
samping itu masyarakat juga harus diberi keleluasan untuk ikut berpartisipasi
aktif dalam kehidupan pemerintahan dan kenegaraan, hal mana merupakan intisari
dari demokrasi yang menjunjung tinggi kedudukan rakyat sebagai pemegang
kedaulatan.
Perwujudan dari partisipasi masyarakat
dalam kehidupan pemerintahan dan kenegaraan adalah dengan memberi peluang bagi
masyarakat untuk menyalurkan aspiransinya kepada pemerintah sesuai dengan
semangat demokrasi adalah dengan ditetapkannya Undang-undang Nomor 6 tahun 2014
tentang Desa dengan landasan pemikiran antara lain untuk lebih menekankan pada
prinsip-prinsip otonomi daerah, Pembangunan desa, peran serta masyarakat,
pemerataan dan keadilan serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman Daerah.
Desa sebagai salah satu bentuk kesatuan
masyarakat bukan hanya dipandang sebagai suatu unit pemerintahan dalam sistem
pemerintahan Indonesia tetapi lebih daripada itu desa merupakan suatu kesatuan
masyarakat hukum yang telah ada jauh sebelum terbentuknya Negara Indonesia,
terlepas dari bentuk dan penyebutannya sehingga dalam pelaksanaan
semangat reformasi dan penegakan prinsip-prinsip demokrasi dalam sistem
pemerintahan di daerah menyangkut pula dengan pemerintahan desa.
Berlakunya Undang-Undang nomor 6 tahun
2014 tentang Desa merupakan kesempatan bagi setiap desa untuk mengatur sendiri
pembentukan, kedudukan, kewenangan serta tugas pokok dan fungsi Desa sesuai
dengan kebutuhan masyarakat di daerah dan kemampuan daerah sehingga dapat
berbeda antara daerah yang satu dengan yang lainnya. Daerah lebih leluasa dalam
menentukan dan memberikan kewenangan kepada Desa dalam rangka memenuhi tuntutan,
keinginan dan kebutuhan masyarakat, terlebih lagi penyelenggaraan pemerintahan
di Desa banyak berkaitan langsung dengan pemberian pelayanan publik. Kualitas
pelayanan di Desa diharapkan akan menjadi lebih baik dibandingkan pada saat
pengaturan yang sentralistik. Sehingga diharapkan mampu selalu dapat
beradaptasi dengan kemajuan yang begitu cepat dan tidak dapat diprediksi dalam
memberikan pelayanan dan pemenuhan kebutuhan masyarakat.
Kemajuan
yang begitu cepat dalam masyarakat dan hubungan antara masyarakat dan
pemerintah yang bersifat dinamis (Sadu Wasistiono, 2002 : 27), serta keberadaan
birokrasi pemerintah tersebut, menuntut aparat pemerintah yang bertugas pada
level mikro (dimana pelayanan secara langsung oleh aparat terhadap masyarakat
berlangsung) atau mereka menempatkan diri pada garis paling depan untuk secara
jernih, peka dan responsif membaca denyut nadi publik yang wajib dilahhhderyani
(Tamim, 2004 : 74). Aparatur harus senantiasa berusaha baik secara mandiri,
maupun secara organisasi berusaha meningkatkan keprofesionalan terkait dengan
tugas dan fungsi serta tanggung jawab yang ada. Oleh karena itu pada level
inilah, baik dan tidaknya citra pemerintah dimata masyarakat dipertaruhkan.
Pelayanan
yang positif dan berkualitas, secara empirik pada satu sisi akan menciptakan
kepuasan, kebahagian dan kesejahteraan masyarakat, yang pada gilirannya akan
dapat mewujudkan tujuan pembangunan masyarakat. Pada sisi lain, merupakan
ukuran tingkat kinerja birokrasi pemerintahan. Oleh Supriatna (2000 : 139) mengemukakan
bahwa : “Isu peningkatan mutu pelayanan publik merupakan isu hangat dalam era
pembangunan dewasa ini”. Pelayanan umum merupakan isu sentral yang menentukan
keberhasilan setiap lembaga pemberi pelayananan, hal ini sebagaimana dikemukan
oleh Thoha (1998 : 114) : ”Pelayanan publik menjadi salah satu indikator
penilaian kualitas administrasi pemerintahan dalam melakukan tugas dan
fungsinya. Baik tidaknya administrasi publik atau pemerintah itu dilihat
seberapa jauh pelayanan publiknya itu sesuai dengan tuntutan, kebutuhan dan
harapan masyarakat”.
Demikian halnya Desa Bumirejo, sebagai
organisasi terdepan dalam menyelenggarakan tugas-tugas pemerintahan umum yang
menjadi urusan rumah tangga daerah. Urusan pemeritah desa yang menjadi
kewenangan yang harus dilaksanakan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 2014yaitu :
1.
Urusan pemerintahan
yang sudah ada berdasarkan hak asal-usul Urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan kabupaten/kota yang diserahkan pengaturannya kepada desa.
2.
Tugas pembantuan dari pemerintah,
pemerintah propinsi dan atau pemerintah kabupaten/kota.
3.
Urusan Pemerintahan lainnya yang oleh
peraturan perundang-undangan diserahkan kepada desa.
Pemberian urusan/kewenangan tersebut
tentunya dimaksudkan sebagai upaya menghadirkan pemerintahan ditengah
masyarakat yang memerlukan perluasan jangkauan pelayanan atau dalam rangka
mendekatkan pelayanan kepada masyarakat. Dengan kata lain kebijakan ini membawa
konsekuensi menjadikan organisasi Desa sebagai unit pemerintahan otonom
terdepan yang menyelenggarakan pelayanan publik. Secara ideal dalam rangka
mendekatkan pelayanan kepada masyarakat.
Realitas faktual yang berbeda dapat
kita lihat, dalam praktek
penyelenggaran pelayanan di Desa yaitu : masyarakat kurang puas dengan kualitas
pelayanan yang diberikan oleh Kantor Desa, kesenjangan terjadi dari segi waktu
maupun tuntutan-tuntutan komplain lainnya yang diajukan oleh pemohon untuk
Pemerintah Desa. Misalnya Pelayanan Kartu Penduduk (KTP) yang dirasakan sangat
memakan waktu yang lama, pelayanan akta jual beli tanah yang dirasakan sangat
berbelit-belit dan biayanya sangat mahal. Menurut Hardijanto (2002 : 89) bahwa
:
Perlu diakui kinerja birokrasi
pemerintahan Indonesia memang belum optimal. Hal ini antara lain disebabkan
oleh ukuran birokrasi relatif besar, susunan organisasi pemerintahan yang belum
sepenuhnya mengacu kepada kebutuhan, pembagian tugas antar instansi/unit yang
kurang jelas, aparat yang kurang professional, prosedur standar yang belum
tersedia secara baku serta system pengawasan yang masih belum efektif.
Dalam
pemberian pelayanan, organisasi pelayanan publik belum mampu memberikan
pelayanan yang cepat, berkualitas tinggi, serta merata kepada warga Negara
yang menerima pelayanan tersebut (Efendi, 1985 : 147). Rasyid (1997
: 136), menyatakan bahwa : ”birokrasi gagal dalam meningkatkan pelayanan
publik, ini tercermin dari buruknya kualitas pelayanan publik di bidang
perizinan usaha, sertifikat tanah, IMB, lingkungan hidup, angkutan kota, rumah
sakit, jalan raya, air minum, listrik, pemadam kebakaran, pasar dan
sebagainya”. Apabila masyarakat memerlukan sesuatu yang dipersiapkan oleh
instansi terkait harus berhadapan dengan birokrasi yang berbelit-belit dan
pelayanan yang tidak pasti waktunya (A.Ritonga, 1999 : 36). Hal yang sama dikemukakan
Abidin (2002 : 13) menyatakan bahwa : “Birokrasi pemerintahan bersifat kaku,
berbelit-belit dan cenderung tidak melayani rakyat, tetapi minta dilayani”,
sedangkan menurut Kaloh (2002 : 111) menyatakan bahwa : ”Dalam aspek pelayanan
masyarakat sehari-hari terkesan bahwa hampir setiap warga masyarakat yang
datang berurusan dengan birokrasi akan bertemu dengan pegawai yang berseragam
kurang ramah, kurang informatif, lambat dalam pemberian pelayanan, mata duitan
dan kurang professional”.
Gambaran mengenai fenomena di atas,
memperlihatkan adanya suatu kondisi Desa yang belum dapat diperankan dengan
optimal sebagai sebuah organisasi modern yang semestinya memiliki kewenangan
dalam penyelenggaraan pelayanan publik di daerah dan dapat secara efektiv berperan
sebagai organisasi terdepan, karena adanya respons resistensi.
Tujuan pemberian otonomi daerah dan
keberadaan daerah adalah untuk mensejahterakan masyarakat melalui pemberdayaan
dan penyediaan pelayanan publik secara efektif, efisien, ekonomis dan demokratis
(Suwandi, 2002:4). Oleh karena itu, pemberian kewenangan pemerintahan
secara penuh kepada daerah kabupaten/kota dimaksudkan karena daerah itu lebih
dekat kepada masyarakat sebagai pihak yang dilayani dan diberdayakan. Asumsinya
semakin dekat jarak antara pelayan dan yang dilayani maka pelayanan akan sesuai
dengan harapan masyarakat. Apabila pelayanan sesuai dengan harapan masyarakat
maka diharapkan kualitas pelayanan akan menjadi lebih baik. Dengan demikian
pembentukan suatu Desa bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
A. Kualitas
Pelayanan Desa Bumirejo
Kualitas
pelayanan yang diberikan oleh perangkat desa Bumirejo sudah baik dengan adanya
penyuluhan-penyuluhan yang telah diberikan tim KKN Undip dapat membantu
meningkatkan pelayanan publik di Desa Bumirejo dan menciptakan hubungan timbal
balik yang baik dengan warga desa.
Dasar-dasar
yang telah diterapkan dalam memberikan pelayanan yang baik yaitu
1. Keandalan (Reliability), yaitu kemampuan untuk melaksanakan jasa yang
dijanjikan dengan tepat dan terpercaya.
2. Keresponsifan (Responsiveness), yaitu kemampuan untuk membantu pelanggan
dan memberikan jasa dengan cepat atau ketanggapan.
3. Keyakinan (Confidence), yaitu pengetahuan dan kesopanan karyawan serta
kemampuan mereka untuk menimbulkan kepercayaan dan assurance.
4. Empat (Emphaty), yaitu syarat untuk peduli, memberi perhatian pribadi bagi
pelanggan.
5. Berwujud (Tangibles), yaitu penampilan fasilitas fisik, peralatan, personil
dan media komunikasi
B. Struktur Organisasi Desa Bumirejo
Untuk mencapai sebuah tujuan, organisasi harus memiliki
struktur yang jelas dan sesuai dengan kebutuhan dan permasalahan yang sedang
dihadapi. Pembagian tugas pokok dan
fungsi di Desa Bumirejo sudah cukup jelas dimana setiap perangkat desa sudah
memahami dan melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai perangkat desa yaitu
melayani masyarakat.
Kemudian, di Desa Bumirejo sudah memiliki beberapa
organisasi desa yang dapat membantu berjalannya kegiatan Desa yaitu seperti
karang taruna, kelompok ibu pkk, posyandu, dan bank sampah. Serta, tingkat
hubungan antara atasan dan bawahan sudah berjalan dengan baik, komunikasi
setiap perangkat berjalan dengan sangat baik dan saling menghormati dan saling
menghargai. Hanya saja, yang masih kurang yaitu masih kurangnya Sumber Daya
Manusia yang mumpuni baik dari segi kualitas dan kuantitas sehingga Desa
Bumirejo masih perlu bimbingan dari masyarakat sekitar untuk dapat membantu
menutupi kekurangan yang ada.
C. Kemampuan Perangkat Desa Bumirejo
Meskipun tidak semua tingkat pendidikan setiap perangkat
desa lulus Sarjana, tetapi kemampuan pegawai sudah mumpuni untuk melayani
masyarakat dan dalam menyelesaikan setiap pekerjaan selalu sesuai jadwal yang
telah dijanjikan dengan masyarakat Desa.
Kemampuan kerjasama setiap perangkat desa juga sudah
kompak dan baik sehingga apabila ada perubahan dalam organisasi, perangkat desa
sudah dapat menyesuaikan diri dengan cepat terhadapat perubahan dan orang-orang
baru dikenal ataupun tugas-tugas yang baru dikerjakan.
Tingkat kemampuan dalam menyusun rencana kegiatan baik
tahunan dan jangka menengah sudah mulai berjalan dengan baik semenjak keluarnya
UU Desa tahun 2014 dimana setiap desa harus memiliki RPJMDes ( Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Desa). Tingkat Kreativitas dalam menata kerja sudah
baik, serta dalam meberikan pelatihan atau kursus juga dapat
dipertanggungjawabkan di setiap bidangnya.
D. Sistem Pelayanan Desa Bumirejo
Dalam memberikan pelayanan sudah sepantasnya bahwa setiap
orang yang menerima pelayanan harus merasa puas dan tidak kecewa, baik dalam
pemberian pelayanan maupun lokasi atau tempat pelayananan harus terasa nyaman
untuk masyarakat desa Bumirejo. Kejelasan Informasi tentang pelayanan publik di
Desa Bumirejo sudah cukup baik, jelas dan mudah dimengerti, sehingga warga
tidak perlu lagi repot bolak balik untuk mengambil berkas karena sudah tersedia
papan pelayanan yang mudah dipahami oleh setiap masyarakat.
Selasa, 25 Agustus 2015
Bahan dan Cara Pembuatan Kue Gapit
kue
Japit adalah kue khas yang dibuat oleh masyarakat Bumirejo. Kata japit diambil
dari bahasa jawa yang artinya jepit. Sesuai dengan proses pembuatannya yaitu
dijepit oleh kedua loyang. Kue japit rasanya manis dan gurih sangat enak
dijadikan cemilan. Dari enam RT yang berada di desa Bumirejo RT dua merupakan
pusat industri pembuatan kue gapit. Kue ini dibuat berdasarkan resep turun
temurun dari nenek moyang. Kebayakan warga hampir tidak tau asal muasal siapa
yang pertama kali membuat kue japit. Siswati misalnya, warga Rt 02 yang dari
umur 23 tahun hingga umurnya yg sekarang, 56 tahun ketika ditanya siapakah yang
pertama kali membuat kue japit hanya menjawan tidak tahu, hanya meneruskan
usaha keluarga.
Hampir semua warga di RT dua
memproduksi kue ini. Kue di jual kepasar-pasar atau di titipkan ketoko-toko
dalam lingkup kabupaten Pati. Uniknya adalah setiap pengusaha kue mililiki
sales sendiri-sendiri jadi mereka tidak mengkhawatirkan pasaran.
Dari
segi pembuatannya kue japit terbilang masih sangat tradisional. Dari molai
bahan adonannya hingga alat-alat yang digunakan. Cetakan kue menggunakan loyang
kemudian dipanggang diatas kompor yang masih menggunakan arang. Proses
pemanggangan dilakukan sangat cepat hampir kurang dari satu detik. Kue japit
sendiri ada tiga jenisnya, jenis itu dibedakan berdasarkan bentuk dan ukuran
bahan pembuatan. Kue japit yang pertama disebut japit serena, japit roll, japit berbentuk lempeng.
Berikut
adalah bahan-bahan dasar pembuatan kue japit:
·
Terigu
·
Pati
·
Gula
·
Telor
·
Fanili
·
Mentega
·
Santen
·
Garam
Cara
pembuatan :
·
Pertama tama masukkan tepung terigu,
pati dan gula, aduk
·
Kemudian masukkan telur dan mentega
kocok hingga merata
·
Tambahkan sedikit garam
·
Lalu masukkan fanili dan santan, aduk
hingga merata
Adonan langsung dimasak
tanpa menunggu lagi.
1. gapit berbentuk lempeng
3. gapit serena
Kue Semprong/ Gapit Khas Bumirejo
Berikut adalah hasil wawancara dan berbagi cerita dengan pengusaha kue Japit:
Nama : siswati
Umur : 56 tahun
Pekerjaan : Pembuat kue japit
Alamat : Rt 02/Rw 01
Ibu siswanti adalah pengusaha kue japit dengan cara pesanan. Maksudnya adalah ia membuat kue japit hanya jika ada pesanan. Hampir 20 tanun ibu siswanti menggeluti usaha ini, kata ibu siswati bahan dasar pembuatan dari dulu hingga sekarang tidak ada yang berubah. Semuanya murni bahan alami tanpa pengawet buatan, karena jika menggunakan pengawet kue tidak akan jadi. Jenis kue japit yang dibuat ibu siswati adalah kue japit yang berbentuk persegi panjang. Jenis ini terbilang nomer dua setelah japit serena. Satu bungkus kue japit ini di hargai 25ribu.
Umur : 37 tahun
Pekerjaan : Pembuat kue japit
Alamat : Rt 02/Rw 01
Ibu Darmini salah seorang pemilik pabrik pembuatan kue japit yang cukup besar. Pabriknya bernama pabrik Bintang.Jenis kue japit yang dibuat adalah kue japit biasa.satu bungkus kue japit dihargai 7 ribu. Ia mulai berjualan ketika umur 25 tahun. Awalnya ia seoarang pembuat kue japit biasa, hingga pada awal tahun 2010 ia baru membutuhkan bantuan pegawai. Lika liku perjuangan ibu darmini sangat panjang, molai dari saingan pasar hingga kendala kurangnya modal. Kendala lain adalah makin mahalnya bahan dasar seperti telur, tepung, gula dll. Bahan baku semakin mahal namun harga jual tidak ikut naik. Sehingga untungnya sangat tipis. Biasanya cara mengakalinya adalah dengan mengurangi jumlah kue dalam satu bungkus. Jatuh bangun dilalui oleh ibu darmini hingga akhirnya mencapai pencapaian yang sekarang. Selama menggeluti usaha ini, baru sekitar lima tahu terakhir usaha membuahkan hasil yang kelihatan. Ibu darmini berharap adanya pengembangan alat yang praktis sehingga produksi bisa lebih banyak.
Umur : 25 tahun
Pekerjaan : Pembuat kue japit
Alamat : Rt 02/Rw 01
Ismi adalah salah satu dari sekian generasi penerus pengusaha kue japit di Desa Bumirejo. Ia meneruskan usaha ibunya. Pengetahuan dan pengalamannya pun belum cukup banyak. Jenis japit yang dibuat ismi pun tergantung pesanan. Alasan ismi memilih kue japit sebagai mata pencaharian adalah karena meneruskan usaha keluarga. Bahan bahan yang digunakan ismi dalam membuat kue japit pun sama dengan yang lainnya. Cuma dia menambahkan sedikit wijen sebagai penyedap.
Minggu, 23 Agustus 2015
MELATIH KEMAMPUAN PUBLIC SPEAKING ANAK DESA BUMIREJO
Keahlian berbicara di Depan Umum (Public Speaking) masih belum diterima
luas sebagai suatu keahlian yang bergengsi bagi individu maupun instansi,
meskipun budaya lisan mendominasi gaya hidup masyarakat Indonesia, pengembangan
teknik berbicara secara strategis jarang sekali dimanfaatkan secara optimal
bahkan sebaliknya yang terjadi saat berbicara di depan publik adalah rasa takut
dan tidak percaya diri. Jika hal ini tidak diatasi, maka pesan, gagasan, dan
informasi tidak tersampaikan dengan baik kepada pendengarnya dan tujuan
keberlangsungan public speaking tidak tercapai.
Di Indonesia, keahlian Berbicara di Depan Umum (Public Speaking) maupun keahlian-keahlian lain yang serupa dan
berkaitan, masih belum diterima luas sebagai suatu keahlian yang bergengsi bagi
individu maupun institusi.
Dalam ilmu komunikasi, public
speaking diartikan sebagai sebuah cara dan seni berbicara di depan khalayak
umum yang sangat menuntut kelancaran berbicara, kontrol emosi, pemilihan kata
dan nada bicara, kemampuan untuk mengendalikan suasana, dan juga penguasaan
bahan yang akan dibicarakan. Di dalam public speaking dibutuhkan penguasaan
medan dan pengenalan terhadap karakter audiens yang diajak berbicara dan bahasa
juga menyangkut gaya tubuh yang menunjang materi pembicaraan.
Hal ini yang dilakukan oleh mahasiswa TIM KKN II Universitas Diponegoro
2015 dalam melatih anak-anak sekolah dasar SDN Bumirejo, Desa Bumirejo -
Juwana, Pati, Jawa Tengah sebagai salah satu program tambahan dalam kegiatan
Kuliah Kerja Nyata.
Mengajari dan melatih anak sekolah dasar memang tidak mudah, namun hal ini lah yang menjadi kegiatan Kuliah Kerja Nyata 10 mahasiswa ini menjadi menarik. Ria, salah satu mahasiwi dari tim KKN Undip mengaku bahwa melatih keberanian untuk berbicara di depan umum sejak usia kecil sangatlah penting, terlebih di jaman dengan kemajuan pesat seperti ini kemampuan berbicara adalah salah satu poin penting dalam kehidupan. "Anak SD ya memang agak sulit sih buat diajak maju ke depan memperkenalkan diri aja mereka masih suka sungkan, tapi kalau dilatih dengan kita memberi reward yang mereka sukai seperti hadiah ternyata bisa membangkitkan gairah mereka untuk memberanikan diri berbicara di depan kelas. Mengungkapkan hal yang sederhana saja, misalnya pengalaman mereka berlibur atau hobi dan kegemaran mereka." ungkap Ria ditengah sela waktu melaksanakan kegiatan pelatihan public speaking tersebut.
Mengajari dan melatih anak sekolah dasar memang tidak mudah, namun hal ini lah yang menjadi kegiatan Kuliah Kerja Nyata 10 mahasiswa ini menjadi menarik. Ria, salah satu mahasiwi dari tim KKN Undip mengaku bahwa melatih keberanian untuk berbicara di depan umum sejak usia kecil sangatlah penting, terlebih di jaman dengan kemajuan pesat seperti ini kemampuan berbicara adalah salah satu poin penting dalam kehidupan. "Anak SD ya memang agak sulit sih buat diajak maju ke depan memperkenalkan diri aja mereka masih suka sungkan, tapi kalau dilatih dengan kita memberi reward yang mereka sukai seperti hadiah ternyata bisa membangkitkan gairah mereka untuk memberanikan diri berbicara di depan kelas. Mengungkapkan hal yang sederhana saja, misalnya pengalaman mereka berlibur atau hobi dan kegemaran mereka." ungkap Ria ditengah sela waktu melaksanakan kegiatan pelatihan public speaking tersebut.
Asal Usul Desa Bumirejo
Sebelum
tahun 1960 desa bumirejo awalnya bukan bernama bumirejo namun namanya adalah
tawangrejo. Pada saat itu petinggi di desa tersebut masih merupakan mbah atau
kakek pak warsani atau masih merupakan kakek dari narasumber. Setelah tahun
1960 nama desa barulah berganti nama dari tawangrejo menjadi bumirejo.
Mayoritas yang menempati desa bumirejo adalah hindhu dan china pada jaman
dahulu, pada saat itu belum ada yang memeluk agama islam, terutama yang
sekarang merupakan Rt 03 desa bumirejo itu mayoritas penduduknya adalah cina.
Masyarakat bermayoritas agama hindhu dan cina pada jaman penjajahan. Arti dari
bumirejo yaitu bumi artinya lemah atau tanah , rejo itu ya rejo. Jadi jaman
dahulu rumah di desa bumirejo masih sangatlah sedikit, masih jarang, jadi jarak
antara rumah yang satu dengan rumah yang lain jaraknya sangatlah jauh. Jaman
dahulu di desa bumirejo masih sepi, tidak ramai seperti sekarang. Apabila ingin
bepergian ke rembang harus naik kereta api, harus ke stasiun dulu, berarti pada
jaman dahulu sekitar tahun 1960an sudah terdapat transportasi kereta api untuk
bepergian. Pada saat itu kondisi jalanan masih sangatlah sepi, jam sore jam jam
maghrib kita bahkan bias tidur- tiduran di tengah jalan karena sangking sepinya
desa bumirejo padaa saat itu atau lebih tepatnya tahun 50 – 60 an. Jadi pada
saat itu ada yang namanya JOGO DESO atau jaga desa yang artinya adalah menjaga
desa, jadi kalau pada saat malam hari kalau malam pada tidur di tengah jalanan,
dan pada saat itu juga sudah ada transportasi bus namun hanya ada 3 bus dan
pada saat itu di jalanan hanya ada 3 bus yang melewati daerah desa bumirejo,
yaitu bus BROMO, MURIA DAN DAMRI. Bumirejo terdiri dari beberapa perdukuhan,
yang pertama sebelah utara SPBU yang terletak di selatan (saat ini ada SPBU)
itu dulu adalah daerah yang bermana karangmbugel, kemudian lanjut ngebruk,
kemudian di sebelah ngebruk adalah bencikan, yang namanya bencikan itu ya
mayoritas adalah encik atau wong muslim, kemudian di sebelah bencikan ada
ndemakan itu untuk khusus cina, sebelah ndemakan ada nukangan, nukangan itu
sebelah utaranya jembatan, sebelah utaranya jembatan walas itu adalah pulo,
jadi urutan perdukuhan di desa bumirejo pada waktu itu adalah pulo, nukangan,
bencikan, ngebruk, dan mbugel. Itu nama nama dukuh di desa bumirejo pada tahun
60 an (masih tetap sekitar tahun 60 an ).
Pada saat itu belum ada yang namanya RT,
namanya masih setiap dukuh (perdukuhan), jadi jaman dahulu tidak ada yang
namanya rapat RT, Kalaupun ada rapat itu semua masyarakat di undang untuk
menghadiri rapat yang di laksanakan di rumah petinggi yang menjabat pada waktu
itu.
Petinggi
pada waktu itu adalah bernama pak sumito sidon. Jadi yang mengganti nama
menjadi bumirejo adalah kepala desa. Jadi pada waktu desa tawangrejo berganti
nama menjadi bumirejo adalah pada saat masa kepemimpinan kepala desa pak sumito
sidon.
Jadi
tawang itu artinya padang atau terang
(disebut padang karena rumahnya pada waktu itu masih sangat jarang) ,
dan rejo artinya rame . jadi tawangrejo bias diartikan padang dan juga rame (
terang dan juga rame ) . kemudian diganti menjadi bumirejo, bumi itu tanah dan
rejo itu rame, jadi apabila digabung arti dari bumirejo itu sendiri artinya
tanah yang rame atau bumi yang rame.
Nama
tawangrejo masih pada tahun sekitar tahun 55 , dan sekitar setelah tahun 60 an
barulah berganti nama menjadi bumirejo. Jadi pertambahan penduduk yang ada di
desa bumirejo juga dikarenakan pendatang yang dating ke desa bumirejo, menikah,
lalu punya anak, sehingga dari perkembangan populasi yang cepat pertambahan
bangunan – bangunan rumah di desa bumirejo mulai bertambah yang mengakibatkan
pergantian nama dari tawangrejo ke bumirejo.
Mata
pencaharian penduduk desa bumirejo pada waktu itu adalah nelayan dan pertanian.
Namun karena pertanian di daerah bumirejo itu mengharapkan hujan, jadi
pertanian hanya mengandalkan keberuntungan, jadi apabila hujannya lancar ya
bisa panen dan apabila hujannya tidak lancar menjadi gagal panen. Kemudian
berubah menjadi tambak, itu saja dahulu ijin dulu ke pemerintahan , lahan sawah
di rombak menjadi lahan tambak harus memerlukan ijin.
Jadi alasan kenapa nama desa tawangrejo di ganti
bumirejo itu adalah atas hasil kesepakatan bersama antara kepala desa dan yang
termasuk jajarannya. Dan merupakan factor dari pertambahan penduduk juga di
desa bumirejo, ada perubahan jumlah penduduk bertambah,
Langganan:
Postingan (Atom)