Rabu, 26 Agustus 2015

PELAYANAN PUBLIK DESA BUMIREJO



Dalam melaksanakan reformasi dalam seluruh aspek kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia, salah satu hal mendasar yang harus dilakukan pada saat ini adalah keseluruhan misi reformasi diarahkan pada upaya untuk memberdayakan masyarakat, baik sebagai pemilik kedaulatan negara maupun sebagai subyek dan obyek reformasi politik itu sendiri. Masyarakat harus diyakinkan bahwa mereka mempunyai kontribusi yang sangat besar dalam pembangunan bangsa. Dalam pengertian bahwa pemerintah dalam melaksanakan tugasnya sebagai pelayan masyarakat semakin membuka diri dalam menanggapi aspirasi-aspirasi, tuntutan dan harapan yang berkembang dalam masyarakat. Di samping itu masyarakat juga harus diberi keleluasan untuk ikut berpartisipasi aktif dalam kehidupan pemerintahan dan kenegaraan, hal mana merupakan intisari dari demokrasi yang menjunjung tinggi kedudukan rakyat sebagai pemegang kedaulatan.
Perwujudan dari partisipasi masyarakat dalam kehidupan pemerintahan dan kenegaraan adalah dengan memberi peluang bagi masyarakat untuk menyalurkan aspiransinya kepada pemerintah sesuai dengan semangat demokrasi adalah dengan ditetapkannya Undang-undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa dengan landasan pemikiran antara lain untuk lebih menekankan pada prinsip-prinsip otonomi daerah, Pembangunan desa, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman Daerah.
Desa sebagai salah satu bentuk kesatuan masyarakat bukan hanya dipandang sebagai suatu unit pemerintahan dalam sistem pemerintahan Indonesia tetapi lebih daripada itu desa merupakan suatu kesatuan masyarakat hukum yang telah ada jauh sebelum terbentuknya Negara Indonesia, terlepas dari bentuk dan penyebutannya sehingga dalam   pelaksanaan semangat reformasi dan penegakan prinsip-prinsip demokrasi dalam sistem pemerintahan di daerah menyangkut pula dengan pemerintahan desa.
Berlakunya Undang-Undang nomor 6 tahun 2014 tentang Desa merupakan kesempatan bagi setiap desa untuk mengatur sendiri pembentukan, kedudukan, kewenangan serta tugas pokok dan fungsi Desa sesuai dengan kebutuhan masyarakat di daerah dan kemampuan daerah sehingga dapat berbeda antara daerah yang satu dengan yang lainnya. Daerah lebih leluasa dalam menentukan dan memberikan kewenangan kepada Desa dalam rangka memenuhi tuntutan, keinginan dan kebutuhan masyarakat, terlebih lagi penyelenggaraan pemerintahan di Desa banyak berkaitan langsung dengan pemberian pelayanan publik. Kualitas pelayanan di Desa diharapkan akan menjadi lebih baik dibandingkan pada saat pengaturan yang sentralistik. Sehingga diharapkan mampu selalu dapat beradaptasi dengan kemajuan yang begitu cepat dan tidak dapat diprediksi dalam memberikan pelayanan dan pemenuhan kebutuhan masyarakat.
Kemajuan yang begitu cepat dalam masyarakat dan hubungan antara masyarakat dan pemerintah yang bersifat dinamis (Sadu Wasistiono, 2002 : 27), serta keberadaan birokrasi pemerintah tersebut, menuntut aparat pemerintah yang bertugas pada level mikro (dimana pelayanan secara langsung oleh aparat terhadap masyarakat berlangsung) atau mereka menempatkan diri pada garis paling depan untuk secara jernih, peka dan responsif membaca denyut nadi publik yang wajib dilahhhderyani (Tamim, 2004 : 74). Aparatur harus senantiasa berusaha baik secara mandiri, maupun secara organisasi berusaha meningkatkan keprofesionalan terkait dengan tugas dan fungsi serta tanggung jawab yang ada. Oleh karena itu pada level inilah, baik dan tidaknya citra pemerintah dimata masyarakat dipertaruhkan.
Pelayanan yang positif dan berkualitas, secara empirik pada satu sisi akan menciptakan kepuasan, kebahagian dan kesejahteraan masyarakat, yang pada gilirannya akan dapat mewujudkan tujuan pembangunan masyarakat. Pada sisi lain, merupakan ukuran tingkat kinerja birokrasi pemerintahan. Oleh Supriatna (2000 : 139) mengemukakan bahwa : “Isu peningkatan mutu pelayanan publik merupakan isu hangat dalam era pembangunan dewasa ini”. Pelayanan umum merupakan isu sentral yang menentukan keberhasilan setiap lembaga pemberi pelayananan, hal ini sebagaimana dikemukan oleh Thoha (1998 : 114) : ”Pelayanan publik menjadi salah satu indikator penilaian kualitas administrasi pemerintahan dalam melakukan tugas dan fungsinya. Baik tidaknya administrasi publik atau pemerintah itu dilihat seberapa jauh pelayanan publiknya itu sesuai dengan tuntutan, kebutuhan dan harapan masyarakat”.
Demikian halnya Desa Bumirejo, sebagai organisasi terdepan dalam menyelenggarakan tugas-tugas pemerintahan umum yang menjadi urusan rumah tangga daerah. Urusan pemeritah desa yang menjadi kewenangan yang harus dilaksanakan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 2014yaitu :
1.             Urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal-usul Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota yang diserahkan pengaturannya kepada desa.
2.             Tugas pembantuan dari pemerintah, pemerintah propinsi dan atau pemerintah kabupaten/kota.
3.             Urusan Pemerintahan lainnya yang oleh peraturan perundang-undangan diserahkan kepada desa.
Pemberian urusan/kewenangan tersebut tentunya dimaksudkan sebagai upaya menghadirkan pemerintahan ditengah masyarakat yang memerlukan perluasan jangkauan pelayanan atau dalam rangka mendekatkan pelayanan kepada masyarakat. Dengan kata lain kebijakan ini membawa konsekuensi menjadikan organisasi Desa sebagai unit pemerintahan otonom terdepan yang menyelenggarakan pelayanan publik. Secara ideal dalam rangka mendekatkan pelayanan kepada masyarakat.
Realitas faktual  yang berbeda dapat kita lihat, dalam praktek penyelenggaran pelayanan di Desa yaitu : masyarakat kurang puas dengan kualitas pelayanan yang diberikan oleh Kantor Desa, kesenjangan terjadi dari segi waktu maupun tuntutan-tuntutan komplain lainnya yang diajukan oleh pemohon untuk Pemerintah Desa. Misalnya Pelayanan Kartu Penduduk (KTP) yang dirasakan sangat memakan waktu yang lama, pelayanan akta jual beli tanah yang dirasakan sangat berbelit-belit dan biayanya sangat mahal. Menurut Hardijanto (2002 : 89) bahwa :
Perlu diakui kinerja birokrasi pemerintahan Indonesia memang belum optimal. Hal ini antara lain disebabkan oleh ukuran birokrasi relatif besar, susunan organisasi pemerintahan yang belum sepenuhnya mengacu kepada kebutuhan, pembagian tugas antar instansi/unit yang kurang jelas, aparat yang kurang professional, prosedur standar yang belum tersedia secara baku serta system pengawasan yang masih belum efektif.

Dalam pemberian pelayanan, organisasi pelayanan publik belum mampu memberikan pelayanan yang cepat, berkualitas tinggi, serta merata kepada warga Negara yang   menerima pelayanan tersebut (Efendi, 1985 : 147). Rasyid (1997 : 136), menyatakan bahwa : ”birokrasi gagal dalam meningkatkan pelayanan publik, ini tercermin dari buruknya kualitas pelayanan publik di bidang perizinan usaha, sertifikat tanah, IMB, lingkungan hidup, angkutan kota, rumah sakit, jalan raya, air minum, listrik, pemadam kebakaran, pasar dan sebagainya”. Apabila masyarakat memerlukan sesuatu yang dipersiapkan oleh instansi terkait harus berhadapan dengan birokrasi yang berbelit-belit dan pelayanan yang tidak pasti waktunya (A.Ritonga, 1999 : 36). Hal yang sama dikemukakan Abidin (2002 : 13) menyatakan bahwa : “Birokrasi pemerintahan bersifat kaku, berbelit-belit dan cenderung tidak melayani rakyat, tetapi minta dilayani”, sedangkan menurut Kaloh (2002 : 111) menyatakan bahwa : ”Dalam aspek pelayanan masyarakat sehari-hari terkesan bahwa hampir setiap warga masyarakat yang datang berurusan dengan birokrasi akan bertemu dengan pegawai yang berseragam kurang ramah, kurang informatif, lambat dalam pemberian pelayanan, mata duitan dan kurang professional”.
Gambaran mengenai fenomena di atas, memperlihatkan adanya suatu kondisi Desa yang belum dapat diperankan dengan optimal sebagai sebuah organisasi modern yang semestinya memiliki kewenangan dalam penyelenggaraan pelayanan publik di daerah dan dapat secara efektiv berperan sebagai  organisasi terdepan, karena adanya respons resistensi.
Tujuan pemberian otonomi daerah dan keberadaan daerah adalah untuk mensejahterakan masyarakat melalui pemberdayaan dan penyediaan pelayanan publik secara efektif, efisien, ekonomis dan demokratis (Suwandi, 2002:4).  Oleh karena itu, pemberian kewenangan pemerintahan secara penuh kepada daerah kabupaten/kota dimaksudkan karena daerah itu lebih dekat kepada masyarakat sebagai pihak yang dilayani dan diberdayakan. Asumsinya semakin dekat jarak antara pelayan dan yang dilayani maka pelayanan akan sesuai dengan harapan masyarakat. Apabila pelayanan sesuai dengan harapan masyarakat maka diharapkan kualitas pelayanan akan menjadi lebih baik. Dengan demikian pembentukan suatu Desa bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

A. Kualitas Pelayanan Desa Bumirejo
            Kualitas pelayanan yang diberikan oleh perangkat desa Bumirejo sudah baik dengan adanya penyuluhan-penyuluhan yang telah diberikan tim KKN Undip dapat membantu meningkatkan pelayanan publik di Desa Bumirejo dan menciptakan hubungan timbal balik yang baik dengan warga desa.
            Dasar-dasar yang telah diterapkan dalam memberikan pelayanan yang baik yaitu
1.    Keandalan (Reliability), yaitu kemampuan untuk melaksanakan jasa yang dijanjikan dengan tepat dan terpercaya.
2.    Keresponsifan (Responsiveness), yaitu kemampuan untuk membantu pelanggan dan memberikan jasa dengan cepat atau ketanggapan.
3.    Keyakinan (Confidence), yaitu pengetahuan dan kesopanan karyawan serta kemampuan mereka untuk menimbulkan kepercayaan dan assurance.
4.    Empat (Emphaty), yaitu syarat untuk peduli, memberi perhatian pribadi bagi pelanggan.
5.    Berwujud (Tangibles), yaitu penampilan fasilitas fisik, peralatan, personil dan media komunikasi
B. Struktur Organisasi Desa Bumirejo
            Untuk mencapai sebuah tujuan, organisasi harus memiliki struktur yang jelas dan sesuai dengan kebutuhan dan permasalahan yang sedang dihadapi.  Pembagian tugas pokok dan fungsi di Desa Bumirejo sudah cukup jelas dimana setiap perangkat desa sudah memahami dan melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai perangkat desa yaitu melayani masyarakat.
            Kemudian, di Desa Bumirejo sudah memiliki beberapa organisasi desa yang dapat membantu berjalannya kegiatan Desa yaitu seperti karang taruna, kelompok ibu pkk, posyandu, dan bank sampah. Serta, tingkat hubungan antara atasan dan bawahan sudah berjalan dengan baik, komunikasi setiap perangkat berjalan dengan sangat baik dan saling menghormati dan saling menghargai. Hanya saja, yang masih kurang yaitu masih kurangnya Sumber Daya Manusia yang mumpuni baik dari segi kualitas dan kuantitas sehingga Desa Bumirejo masih perlu bimbingan dari masyarakat sekitar untuk dapat membantu menutupi kekurangan yang ada.
C. Kemampuan Perangkat Desa Bumirejo
            Meskipun tidak semua tingkat pendidikan setiap perangkat desa lulus Sarjana, tetapi kemampuan pegawai sudah mumpuni untuk melayani masyarakat dan dalam menyelesaikan setiap pekerjaan selalu sesuai jadwal yang telah dijanjikan dengan masyarakat Desa.
            Kemampuan kerjasama setiap perangkat desa juga sudah kompak dan baik sehingga apabila ada perubahan dalam organisasi, perangkat desa sudah dapat menyesuaikan diri dengan cepat terhadapat perubahan dan orang-orang baru dikenal ataupun tugas-tugas yang baru dikerjakan.
            Tingkat kemampuan dalam menyusun rencana kegiatan baik tahunan dan jangka menengah sudah mulai berjalan dengan baik semenjak keluarnya UU Desa tahun 2014 dimana setiap desa harus memiliki RPJMDes ( Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa). Tingkat Kreativitas dalam menata kerja sudah baik, serta dalam meberikan pelatihan atau kursus juga dapat dipertanggungjawabkan di setiap bidangnya.
D. Sistem Pelayanan Desa Bumirejo
            Dalam memberikan pelayanan sudah sepantasnya bahwa setiap orang yang menerima pelayanan harus merasa puas dan tidak kecewa, baik dalam pemberian pelayanan maupun lokasi atau tempat pelayananan harus terasa nyaman untuk masyarakat desa Bumirejo. Kejelasan Informasi tentang pelayanan publik di Desa Bumirejo sudah cukup baik, jelas dan mudah dimengerti, sehingga warga tidak perlu lagi repot bolak balik untuk mengambil berkas karena sudah tersedia papan pelayanan yang mudah dipahami oleh setiap masyarakat.

Selasa, 25 Agustus 2015

Bahan dan Cara Pembuatan Kue Gapit

kue Japit adalah kue khas yang dibuat oleh masyarakat Bumirejo. Kata japit diambil dari bahasa jawa yang artinya jepit. Sesuai dengan proses pembuatannya yaitu dijepit oleh kedua loyang. Kue japit rasanya manis dan gurih sangat enak dijadikan cemilan. Dari enam RT yang berada di desa Bumirejo RT dua merupakan pusat industri pembuatan kue gapit. Kue ini dibuat berdasarkan resep turun temurun dari nenek moyang. Kebayakan warga hampir tidak tau asal muasal siapa yang pertama kali membuat kue japit. Siswati misalnya, warga Rt 02 yang dari umur 23 tahun hingga umurnya yg sekarang, 56 tahun ketika ditanya siapakah yang pertama kali membuat kue japit hanya menjawan tidak tahu, hanya meneruskan usaha keluarga.
            Hampir semua warga di RT dua memproduksi kue ini. Kue di jual kepasar-pasar atau di titipkan ketoko-toko dalam lingkup kabupaten Pati. Uniknya adalah setiap pengusaha kue mililiki sales sendiri-sendiri jadi mereka tidak mengkhawatirkan pasaran.
Dari segi pembuatannya kue japit terbilang masih sangat tradisional. Dari molai bahan adonannya hingga alat-alat yang digunakan. Cetakan kue menggunakan loyang kemudian dipanggang diatas kompor yang masih menggunakan arang. Proses pemanggangan dilakukan sangat cepat hampir kurang dari satu detik. Kue japit sendiri ada tiga jenisnya, jenis itu dibedakan berdasarkan bentuk dan ukuran bahan pembuatan. Kue japit yang pertama disebut japit serena, japit roll, japit berbentuk lempeng.
Berikut adalah bahan-bahan dasar pembuatan kue japit:
·         Terigu
·         Pati
·         Gula
·         Telor
·         Fanili
·         Mentega
·         Santen
·         Garam
Cara pembuatan :
·         Pertama tama masukkan tepung terigu, pati dan gula, aduk
·         Kemudian masukkan telur dan mentega kocok hingga merata
·         Tambahkan sedikit garam
·         Lalu masukkan fanili dan santan, aduk hingga merata
Adonan langsung dimasak tanpa menunggu lagi.

1. gapit berbentuk lempeng


 2. gapit roll

3. gapit serena



Kue Semprong/ Gapit Khas Bumirejo

Berikut adalah hasil wawancara dan berbagi cerita dengan pengusaha kue Japit:
 Nama               : siswati
Umur               : 56 tahun
Pekerjaan         : Pembuat kue japit
Alamat                        :  Rt 02/Rw 01
Ibu siswanti adalah pengusaha kue japit dengan cara pesanan. Maksudnya adalah ia membuat kue japit hanya jika ada pesanan. Hampir 20 tanun ibu siswanti menggeluti usaha ini, kata ibu siswati bahan dasar pembuatan dari dulu hingga sekarang tidak ada yang berubah. Semuanya murni bahan alami tanpa pengawet buatan, karena jika menggunakan pengawet kue tidak akan jadi. Jenis kue japit yang dibuat ibu siswati adalah kue japit yang  berbentuk persegi panjang. Jenis ini terbilang nomer dua setelah japit serena. Satu bungkus kue japit ini di hargai 25ribu.


 Nama               : Darmini
Umur               : 37 tahun
Pekerjaan         : Pembuat kue japit
Alamat                        :  Rt 02/Rw 01
Ibu Darmini salah seorang pemilik pabrik pembuatan kue japit yang cukup besar. Pabriknya bernama pabrik Bintang.Jenis kue japit yang dibuat adalah kue japit biasa.satu bungkus kue japit dihargai 7 ribu. Ia mulai berjualan ketika umur 25 tahun. Awalnya ia seoarang pembuat kue japit biasa, hingga pada awal tahun 2010 ia baru membutuhkan bantuan pegawai. Lika liku perjuangan ibu darmini sangat panjang, molai dari saingan pasar hingga kendala kurangnya modal. Kendala lain adalah makin mahalnya bahan dasar seperti telur, tepung, gula dll. Bahan baku semakin mahal namun harga jual tidak ikut naik. Sehingga untungnya sangat tipis. Biasanya cara mengakalinya adalah dengan mengurangi jumlah kue dalam satu  bungkus. Jatuh bangun dilalui oleh ibu darmini hingga akhirnya mencapai pencapaian yang sekarang. Selama menggeluti usaha ini, baru sekitar lima tahu terakhir usaha membuahkan hasil yang kelihatan. Ibu darmini berharap adanya pengembangan alat yang praktis sehingga produksi bisa lebih banyak.

Nama               : Ismi Nurhayati
Umur               : 25 tahun
Pekerjaan         : Pembuat kue japit
Alamat             :  Rt 02/Rw 01
Ismi adalah salah satu dari sekian generasi penerus pengusaha kue japit di Desa Bumirejo. Ia meneruskan usaha ibunya. Pengetahuan dan pengalamannya pun belum cukup banyak. Jenis japit yang dibuat ismi pun tergantung pesanan. Alasan ismi memilih kue japit sebagai mata pencaharian adalah karena meneruskan usaha keluarga. Bahan bahan yang digunakan ismi dalam membuat kue japit pun sama dengan yang lainnya. Cuma dia menambahkan sedikit wijen sebagai penyedap.

Minggu, 23 Agustus 2015

MELATIH KEMAMPUAN PUBLIC SPEAKING ANAK DESA BUMIREJO




Keahlian berbicara di Depan Umum (Public Speaking) masih belum diterima luas sebagai suatu keahlian yang bergengsi bagi individu maupun instansi, meskipun budaya lisan mendominasi gaya hidup masyarakat Indonesia, pengembangan teknik berbicara secara strategis jarang sekali dimanfaatkan secara optimal bahkan sebaliknya yang terjadi saat berbicara di depan publik adalah rasa takut dan tidak percaya diri. Jika hal ini tidak diatasi, maka pesan, gagasan, dan informasi tidak tersampaikan dengan  baik kepada pendengarnya dan tujuan keberlangsungan public speaking tidak tercapai.

Di Indonesia, keahlian Berbicara di Depan Umum (Public Speaking) maupun keahlian-keahlian lain yang serupa dan berkaitan, masih belum diterima luas sebagai suatu keahlian yang bergengsi bagi individu maupun institusi.
Dalam ilmu komunikasi, public speaking diartikan sebagai sebuah cara dan seni berbicara di depan khalayak umum yang sangat menuntut kelancaran berbicara, kontrol emosi, pemilihan kata dan nada bicara, kemampuan untuk mengendalikan suasana, dan juga penguasaan bahan yang akan dibicarakan. Di dalam public speaking dibutuhkan penguasaan medan dan pengenalan terhadap karakter audiens yang diajak berbicara dan bahasa juga menyangkut gaya tubuh yang menunjang materi pembicaraan.

Hal ini yang dilakukan oleh mahasiswa TIM KKN II Universitas Diponegoro 2015 dalam melatih anak-anak sekolah dasar SDN Bumirejo, Desa Bumirejo - Juwana, Pati, Jawa Tengah sebagai salah satu program tambahan dalam kegiatan Kuliah Kerja Nyata.
Mengajari dan melatih anak sekolah dasar memang tidak mudah, namun hal ini lah yang menjadi kegiatan Kuliah Kerja Nyata 10 mahasiswa ini menjadi menarik. Ria, salah satu mahasiwi dari tim KKN Undip mengaku bahwa melatih keberanian untuk berbicara di depan umum sejak usia kecil sangatlah penting, terlebih di jaman dengan kemajuan pesat seperti ini kemampuan berbicara adalah salah satu poin penting dalam kehidupan. "Anak SD ya memang agak sulit sih buat diajak maju ke depan memperkenalkan diri aja mereka masih suka sungkan, tapi kalau dilatih dengan kita memberi reward yang mereka sukai seperti hadiah ternyata bisa membangkitkan gairah mereka untuk memberanikan diri berbicara di depan kelas. Mengungkapkan hal yang sederhana saja, misalnya pengalaman mereka berlibur atau hobi dan kegemaran mereka." ungkap Ria ditengah sela waktu melaksanakan kegiatan pelatihan public speaking tersebut.

Endang, salah satu guru SDN Bumirejo mengaku senang anak muridnya diberikan pelatihan untuk mampu berbicara di depan kelas. "Kalau diminta bicara di kelas masih duduk di mejanya sendiri saja masih suka sulit, apalagi diminta maju ke depan kelas atau depan umum? Karena itu saya senang sekali adik-adik dari Undip mau meluangkam waktu mereka mendidik murid-murid saya dalam membangkitkan kepercayaan diri untuk tampil di depan kelas." ujarnya, sembari mendampingi tim KKN Undip di kelas.

Asal Usul Desa Bumirejo

Sebelum tahun 1960 desa bumirejo awalnya bukan bernama bumirejo namun namanya adalah tawangrejo. Pada saat itu petinggi di desa tersebut masih merupakan mbah atau kakek pak warsani atau masih merupakan kakek dari narasumber. Setelah tahun 1960 nama desa barulah berganti nama dari tawangrejo menjadi bumirejo. Mayoritas yang menempati desa bumirejo adalah hindhu dan china pada jaman dahulu, pada saat itu belum ada yang memeluk agama islam, terutama yang sekarang merupakan Rt 03 desa bumirejo itu mayoritas penduduknya adalah cina. Masyarakat bermayoritas agama hindhu dan cina pada jaman penjajahan. Arti dari bumirejo yaitu bumi artinya lemah atau tanah , rejo itu ya rejo. Jadi jaman dahulu rumah di desa bumirejo masih sangatlah sedikit, masih jarang, jadi jarak antara rumah yang satu dengan rumah yang lain jaraknya sangatlah jauh. Jaman dahulu di desa bumirejo masih sepi, tidak ramai seperti sekarang. Apabila ingin bepergian ke rembang harus naik kereta api, harus ke stasiun dulu, berarti pada jaman dahulu sekitar tahun 1960an sudah terdapat transportasi kereta api untuk bepergian. Pada saat itu kondisi jalanan masih sangatlah sepi, jam sore jam jam maghrib kita bahkan bias tidur- tiduran di tengah jalan karena sangking sepinya desa bumirejo padaa saat itu atau lebih tepatnya tahun 50 – 60 an. Jadi pada saat itu ada yang namanya JOGO DESO atau jaga desa yang artinya adalah menjaga desa, jadi kalau pada saat malam hari kalau malam pada tidur di tengah jalanan, dan pada saat itu juga sudah ada transportasi bus namun hanya ada 3 bus dan pada saat itu di jalanan hanya ada 3 bus yang melewati daerah desa bumirejo, yaitu bus BROMO, MURIA DAN DAMRI. Bumirejo terdiri dari beberapa perdukuhan, yang pertama sebelah utara SPBU yang terletak di selatan (saat ini ada SPBU) itu dulu adalah daerah yang bermana karangmbugel, kemudian lanjut ngebruk, kemudian di sebelah ngebruk adalah bencikan, yang namanya bencikan itu ya mayoritas adalah encik atau wong muslim, kemudian di sebelah bencikan ada ndemakan itu untuk khusus cina, sebelah ndemakan ada nukangan, nukangan itu sebelah utaranya jembatan, sebelah utaranya jembatan walas itu adalah pulo, jadi urutan perdukuhan di desa bumirejo pada waktu itu adalah pulo, nukangan, bencikan, ngebruk, dan mbugel. Itu nama nama dukuh di desa bumirejo pada tahun 60 an (masih tetap sekitar tahun 60 an ).

Pada saat itu belum ada yang namanya RT, namanya masih setiap dukuh (perdukuhan), jadi jaman dahulu tidak ada yang namanya rapat RT, Kalaupun ada rapat itu semua masyarakat di undang untuk menghadiri rapat yang di laksanakan di rumah petinggi yang menjabat pada waktu itu.

Petinggi pada waktu itu adalah bernama pak sumito sidon. Jadi yang mengganti nama menjadi bumirejo adalah kepala desa. Jadi pada waktu desa tawangrejo berganti nama menjadi bumirejo adalah pada saat masa kepemimpinan kepala desa pak sumito sidon.

Jadi tawang itu artinya padang atau terang  (disebut padang karena rumahnya pada waktu itu masih sangat jarang) , dan rejo artinya rame . jadi tawangrejo bias diartikan padang dan juga rame ( terang dan juga rame ) . kemudian diganti menjadi bumirejo, bumi itu tanah dan rejo itu rame, jadi apabila digabung arti dari bumirejo itu sendiri artinya tanah yang rame atau bumi yang rame.
Nama tawangrejo masih pada tahun sekitar tahun 55 , dan sekitar setelah tahun 60 an barulah berganti nama menjadi bumirejo. Jadi pertambahan penduduk yang ada di desa bumirejo juga dikarenakan pendatang yang dating ke desa bumirejo, menikah, lalu punya anak, sehingga dari perkembangan populasi yang cepat pertambahan bangunan – bangunan rumah di desa bumirejo mulai bertambah yang mengakibatkan pergantian nama dari tawangrejo ke bumirejo.
Mata pencaharian penduduk desa bumirejo pada waktu itu adalah nelayan dan pertanian. Namun karena pertanian di daerah bumirejo itu mengharapkan hujan, jadi pertanian hanya mengandalkan keberuntungan, jadi apabila hujannya lancar ya bisa panen dan apabila hujannya tidak lancar menjadi gagal panen. Kemudian berubah menjadi tambak, itu saja dahulu ijin dulu ke pemerintahan , lahan sawah di rombak menjadi lahan tambak harus memerlukan ijin.
Jadi alasan kenapa nama desa tawangrejo di ganti bumirejo itu adalah atas hasil kesepakatan bersama antara kepala desa dan yang termasuk jajarannya. Dan merupakan factor dari pertambahan penduduk juga di desa bumirejo, ada perubahan jumlah penduduk bertambah,